Media
MEWUJUDKAN MALANG SEBAGAI SALAH SATU KOTA LAYAK ANAK
19 Juli 2009, Sumber : malangraya.web.id
150 anak mulai usia SD hingga SMA berkumpul di Perpustakaan Kota Malang kemarin untuk diskusi tentang ‘nasib’ mereka sebagai anak. Didampingi fasilitator dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Dewan Perlindungan Anak (DPA) mereka terlihat serius membicarakan tentang perlakukan empat hak dasar anak. Antara lain hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi.
Ternyata tidak mudah meminta pendapat dan pengalaman pelajar SD atau pelajar dengan kebutuhan khusus tentang pelanggaran empat hak di atas. Fasilitator harus memancing dengan bahasa yang mudah dimengerti untuk membuat si anak menceritakan pengalaman mereka.
”Ternyata banyak siswa yang pernah mengalami kekerasan di lingkungan sekolah yang di lakukan oleh guru atau teman mereka,” kata Ketua DPA, Hadiansyah Yanuar.
Hasil dari diskusi itu akan di wujudkan dalam satu piagam deklarasi bernama Suara Anak yang akan di bacakan pada penutupan Temu Anak 2009, hari ini. Dari suara anak itu, akan dapat diketahui apa yang diinginkan oleh pelajar Malang demi terwujudnya Malang sebagai salah satu Kota Layak Anak di Indonesia.
Saat ini Malang masuk bersama 15 Kota dan Kabupaten Layak Anak di Indonesia.
Acara Temu Anak 2009 dibuka oleh Bappeda Kota Malang Drs. Imam Buchori pada Sabtu pagi kemarin. Sedangkan penutupan akan ditandai dengan pembacaan deklarasi Suara Anak hari ini. Temu Anak 2009 merupakan kegiatan ke dua setelah di awali pada tahun kemarin. Diharapkan dengan Temu Anak, warga Malang dan anak-anak Malang mulai mengerti tentang hak-hak yang harus diberikan pada anak-anak mereka. (pit/eno/malangpost)
———————————————————————————————
Dua Tahun Eksis, DPA Malang Kurang Perhatian
Rabu, 26 Mei 2010 12:36 |
MALANG- Dewan Perwakilan Anak (DPA) Malang mengeluhkan kurangnya perhatian Pemkot Malang. Padahal organisasi anak-anak yang dikelola anak-anak itu eksis dan telah menggelar berbagai kegiatan. Keluhan kurangnya perhatian itu terungkap dalam pertemuan DPA dengan Komisi D DPRD Kota Malang, kemarin siang. “Masih kurang perhatian dari pemkot. Padahal selama ini kami sudah menunjukan eksistensi berupa kegiatan temu anak se Malang Raya pada tahun 2008 dan 2009. Waktu itu kegiatannya diikuti sekitar 250 anak,” kata Hadiansyah Yanuar kepada Malang Post usai dialog dengan dewan. Keluhan itu sebelumnya diutarakan Yanuar dalam dialog dengan wakil rakyat. Kepada anggota komisi yang membidangi pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat itu, Yanuar mengungkapkan sampai saat ini sekretariat DPA masih nebeng di salah satu ruangan di Perpustakaan Umum. “Karena sekretariat masih nebeng, arsip surat tercecer. Ada yang di simpan di rumah teman-teman,” ungkapnya. Selain berharap adanya perhatian konkret pemkot, dalam dialog kemarin anak-anak yang tergabung dalam DPA menanyakan peluang mereka ikut serta membahas perda yang mengatur tentang anak-anak. Lebih lanjut Yanuar mengatakan, dialog dengan Komisi D kemarin sekaligus untuk belajar. Terutama kata dia belajar membuat peraturan daerah dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Hanya saja harapan anak-anak itu tampaknya tak langsung terpenuhi. Kemarin para wakil rakyat tak banyak memberi janji konkret untuk memperjuangkan aspirasi mereka nuntuk menunjang kegiatan DPA. Para anggota Komisi D hanya bisa menyarankan agar anak-anak yang tergabung dalam DPA semakin menunjukan eksistensinya. “Lakukan kegiatannya dulu sesuai visi dan misinya. Nanti dengan sendirinya ada bantuan,” kata Sekretaris Komisi D, Isa Ansori. (van/mar)
|
————————————————————————————————————————
Anjalpun Diajak Problem Solving
————————————————————————————————————————
Merencanakan Pembangunan Kota, Dengarkan Suara Hati Anak-Anak
Satu lagi, kepercayaan nasional diberikan kepada Kota Malang. Kali ini, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Prof Dr Meutia Hatta Swasono menetapkan Kota Malang sebagai model Kota Layak Anak, bersama 14 kota/kabupaten lain di Indonesia. Langkah awal sudah ditempuh dengan menggelar kegiatan Temu Anak Kota Malang pada Selasa (1/7) lalu di Gedung Perpustakaan dan Arsip Umum.
Salah satu hasil perbincangan dari hati ke hati, antara anak dan orang dewasa pada acara ini, ditemukan kondisi bahwa keberadaan tempat bermain bagi anak di Kota Malang ini masih kurang. ”Wadah bagi anak untuk mengembangkan diri seperti taman bermain atau playground perlu penambahan.,” ungkap Donny Irawan, koordinator perlindungan anak UNICEF Jawa Timur dan NTB.
Minimnya alokasi lahan yang diperuntukkan bagi ruang bermain bagi anak ini, tentu berkait dengan kebijakan rencana pengembangan kota. Sangat bisa jadi, perumus dan perancang konsep pembangunan kurang paham kebutuhan anak sebagai bagian dari warga kota. Untuk itulah penting bagi para pembuat kebijakan untuk mendengar kubutuhan anak saat membangun kota.
Program Officer Kota Layak Anak Hamid Patilima menegaskan bahwa terkait penetapan Kota Malang sebagai Kota Layak Anak, maka dalam setiap proses pembuatan peraturan daerah (perda), partisipasi anak dan perempuan di Kota Malang harus dilibatkan. Kota Malang juga sudah seharusnya memiliki perda yang memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan.
”Pelibatan anak-anak dan perempuan di dalam pembuatan perda itu karena perda yang dihasilkan mampu menyentuh kebutuhan anak dan perempuan, mengingat anak-anak dan perempuanlah yang mengetahui kebutuhannya sendiri,” terang Hamid.
Perda sebagai dasar hukum pelaksanaan Kota Layak Anak itu merupakan kebutuhan mendesak. Tujuannya agar warga Kota Malang dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkot Malang punya inisiatif untuk segera mewujudkan Kota Layak Anak. Kota Layak Anak memiliki arti kota yang mampu memberikan jaminan perlindungan hak setiap anak sebagai bagian dari warga kota.
Selain itu, juga memberikan kebebasan kepada anak untuk berpendapat, kesempatan berpartisipasi, serta mendapatkan pelayanan dasar yang adil. Berdasar data dari Kepala bidang Sosial Ekonomi dan Budaya (Sosekbud) Bapeko Kota Malang Endahwati mengungkapkan, saat ini di Kota Malang ada sebanyak 273.628 anak. Sekitar 48.000 di antaranya merupakan anak dari keluarga miskin (gakin).
Sementara ketua Dewan Perwakilan Anak (DPA) Kota Malang, Hadiansyah Yanuar Rizqi Aktsar merumuskan perlunya masukan masukan kepada pemerintah terkait dengan perlindungan dan upaya pemenuhan hak anak.”Kami berharap agar pemerintah tidak membeda-bedakan antara hak anak jalanan, anak cacat, anak yatim piatu mapun anak-anak lainnya,” kata bocah yang akrab disapa Yanuar. .tia, mas-KP
Sumber: http://www.koranpendidikan.com
Leave a comment
Comments 0